Minggu, 16 Desember 2012

Dompet Pink Sinta (end)

"mami?" tanyaku
"iya, ini anak murid pak udin ya?"
"benar" kami serempak menjawab
"jadi seperti apa kronologi nya?" sinta menjelaskan panjang lebar tentang kejadian mengenaskan itu. sementara ia menjelaskan, aku dan putri lebih memilih memesan milo cincau seraya duduk-duduk santai di taman Polt*k. agak sulit meminta izin kepada piket karena kami izin keluar untuk menemui mami, mami adalah teman pak udin, menurut penuturan pak udin, mami bisa melihat kejadian-kejadian sperti itu, atas saran beliau lah kami kemari.

"mami butuh telor kampung merah dan siapkan uang 34 ribu karena uang didalam dompetmu itu lebih dari 500ribu" kami meng-iyakan permintaan mami.
"mami butuh waktu, sementara mami melihat, kalian bersantai saja dulu". kami ber 3 berbincang -bincang tentang masalah ini, sungguh, ini membuat kami bingung.

"jadi ciri-cirinya tinggi, berpagar, berjilbab"
"persis seperti yang dibilang pak udin" kataku dalam hati
"kalau mau duit mu kembali, mami bisa membantu, tapi tidak murah"
"bagaimana bisa?"
"semacam dikasi kesakitan"
"ah tak perlu mi, terimakasih bantuannya"

kami kembali ke kelas, orang-orang dikelas seketika terdiam, kami berdiri didepan kelas dan putri berkata "kami sudah menjumpai orang pintar, siapapun diantara kalian yang mengambil, tolong kembalikan, kalau malu kalian bisa menemui kami ber4. kami ada disini sampai jam 12. makasih". seketika riuh teman-teman pun memadati kelas, jadi benar dia qis? aku hanya bisa senyum.

***

"udah jam berapa ni? sekolah udah sepi. udah telfon dia sajalah, aku ga kuat lagi nunggu, capek" kata audrya
"sabar, sebentar lagi mungkin datang" sinta bilang
"sebentar lagi? udah mau jam 12. telfon ajalah sin" kata ku tak sabar.
"oke,berapa no nya?" aku memberikan nomor telefon itu kepada sinta.
"halo amalia, kau dimana? aku disekolah. sinilah. kenapa kau tak mengaku saja? bukti sudah mengarah padamu. aku tak marah, serius, aku hanya minta kau jujur itu saja, aku cuma ingin stnk, tak lebih, jadi tolong kembalikan" kata sinta putus asa. aku bisa mendengar dibalik handphone itu suara amelia meninggi, tak ingin disalahkan, mengelak. harusnya kami semua sudah tau itu. mana ada maling yang mau ngaku, kan?
"baiklah aku tunggu kau sekarang, aku di kelas kita, cepatlah" sinta menutup telepon.
"dia bersikeras tak mengambilnya, aku capek, akhirnya dia menyerah dan akan datang kesini, ayo kita ke kelas saja, sudah ku katakan aku berada disana" kata dea

***

"harus berapa kali ku katakan padamu aku tak tahu menahu soal dompetmu itu? melihatnya saja aku tak pernah" nada nya meninggi, aku tau dan paham jika berada di posisi nya sekarang ini. sulit.
"tapi.. semua bukti mengarah padamu, sudahlah aku capek, mengakulah, bukankah sudah ku katakan padamu bahwa aku hanya minta kejujuran mu? aku cuma mau stnk, tak lebih mel" lagi-lagi suara sinta gemetar.
"aku tak tau!" ucapnya meninggi sekali lagi
tiba-tiba seorang gadis yang sedang bermain handphone membuka mulut, "ah sudahlah, laporkan saja pada polisi, pencemaran nama baik! kalian bisa kena karna menuduh nya haha"itu adalah sepupu amelia.
aku dan putri geram, apa maksudnya kata-kata itu?
"sori ya, kami ngga nuduh, cuma bertanya, salahkah?" kataku
terdiam.
"aku capek, bagaimana kalau kita ke tempat pak udin saja? biar selesai"
"siapa takut" kata amelia dan sepupu nya.

***


ternyata pak udin sedang solat jumat, yaaah kami harus menunggu nya, 10 menit lagi pasti sudah pulang. dan ternyata benar..

"ada apa nak? ayo masuk"
kami menurut saja.
"ayo nak dimakan, mau minum apa? ini ini ambillah"
setelah kenyang karena memang belum makan semenjak kejadian dikelas, kami akhirnya menyampaikan maksud dan tujuan.
terlihat pak udin mengerti dan berkata "satu-satu nya cara dengan sumpah al-quran, bagaimana?"
aku, putri, amelia, sinta, audrya dan sepupu amelia saling pandang.apakah harus mengambil jalan seperti itu?
"kalau begitu kalian pikirkan saja dulu, besok temui bapak lagi"
akhirnya pertemuan kami akhiri dengan berpamitan pulang, maklum jam menunjukkan pukul 05.30 PM.

***
"haruskah?" aku bertanya sambil menaikkan alis
"satu satu nya cara ya itu" kata putri
"percuma dong kitanya ngebet tapi amelia ga menunjukkan reaksi apa-apa?"
"iya juga yaa"
"kita tunggu amelia saja"

***

"permisi bu, balqis, putri dan sinta dipanggil ke ruang BK" kata seorang adik kelas. kami ber 3 saling bertukar pandang, mungkinkah ini ada kaitannya dengan masalah dompet?

"assalamualaikum"
"waalaikum salam, masuk nak" kata guru bimbingan konseling.
kami melirik ruangan itu, cukup ramai, ada 2 orang lelaki paruh baya, seorang memakai kaos dan celana jeans, seorang lagi memakai cincin batu giok dilengkapi gelang dan memakai jaket kulit hitam, berkumis dan seorang wanita paruh baya yang mengenakan gamis berwarna coklat dan menjinjing tas tangan serta, amelia! apa yang ia lakukan disini? mungkinkah ini keluarganya?

"ibu manggil kalian karna masalah amelia, apa benar kalian pergi ke tempat mami? bukankah itu dosa mendatangi dukun?"
"kami hanya menanyakan saja bu, bukan maksud menuduh" kata kami
"biasanya orang yang paling ngebet nyelesaikan masalah itu adalah dalang dibalik masalah ini, dia pelakunya"
tertampar. hanya itu kata yang bisa diungkapkan. jadi keluarga nya menduga kami lah pelaku hilangnya dompet sinta? sungguh !
saat kami ingin menjawab kata-kata dari pria paruh baya itu, guru BK melihat kami, meng-isyaratkan bahwa tak seharusnya kami melawan yang lebih tua.
"panggi pak udin sekarang bu, kita harus menyelesaikan masalah ini, anak saya malu bu! semua temannya menuduh dia pencuri! tak ada yang mau berteman dengannya! dia minta pindah sekolah! malu!" nada-nada tinggi itu seperti petir di kala hujan, kencang dan keras.

5 menit kemudian pak udin datang

"assalamualaikum"
"waalaikumsalam"
"pak udin?" kata pria paruh baya itu
"benar"
"saya orang tua dari amelia, saya ingin konfirmasi perihal masalah ini"
dan seketika ruang BK menjadi panas karena adanya saling lempar informasi dan kalimat antara pihak amelia dan pak udin.
kami hanya bisa diam, tak banyak bicara. jujur, kami merasa kasihan kepada pak lubis karena ia merasa sangat sangat dipojokkan dalam situasi ini, tapi kami hanya bisa apa?

sekitar 15 menit mereka melakukan aksi saling membela diri, dan akhirnya pak udin berkata "maaf karena terjadi seperti ini, saya tak bermaksud, saya minta maaf"
"mereka ini bagaikan kertas putih, lalu anda goreskan tinta hitam" kata pria itu sambil menunjuk kami "dek tolong bantu untuk mengembalikan nama baik amelia ya dek,kalau ada yang menghina nya lagi, lapor pada saya" kami hanya mengangguk.

kami di izinkan kembali ke kelas namun pak udin masih di dalam, sebelum kami keluar, kami melihat seutas senyum sinis mengembang di muka amelia, senyum kemenangan!

***

setelah kejadian itu, tak ada lagi yang menggosipkan nya, seperti hilang dibawa angin, kami tak memikirkan itu lagi, semua selesai, tutup buku! namun masih meninggalkan pertanyaan 'kalau bukan dia, lalu siapa yang mengambilnya? subhanallah'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar